
Pierre Suteki
Beberapa hari terakhir ini ada diskusi hangat dengan teman di dunia maya terkait dengan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara. Pada intinya dipersoalkan mengapa nomenklatur Pancasila sebagai dasar negara tidak disebutkan secara letterlijk hitam di atas putih pada Pembukaan UUD NRI 1945? Lalu apa buktinya kalau Dasar Negara Indonesia itu Pancasila? Kalau tidak disebutkan dalam UUD, lalu apa dasar hukumnya Pasal 188, 189 dan 190 KUHP 2023 menyebutkan larangan untuk mengganti Pancasila Dasar Negara atau menyebarkan ideologi ateisme, komunisme, marxisme-leninism atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila Dasar Negara?
Pertanyaan saya: Apakah karena Pembukaan UUD NRI 1945 tidak menyebutkan kata Pancasila berarti dasar negara kita bukan Pancasila melainkan hanya disebut “Sila-sila” sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke-4?
Agar kita lebih jernih membahas persoalan tidak disebutkannya nomenklatur Pancasila sebaga8 dasar negara RI, kita perlu memperhatikan Penjelasan Umum UUD NRI 1945 sebagai berikut:
“Undang-Undang Dasar, sebagian dari hukum dasar. Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasaryang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis.
Memang untuk menyelidiki hukum dasar (droit constitution nel) suatu neqara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya (Loi Constituttionelle) saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund) dait Undang- Undang Dasar itu.
Undang-Undang Dasar negara manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks Itu, harus diketahui keterangan keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin.
Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya undang-undang yang kita pelajari aliran pikiran apa yang menjadi dasar undang-undang Itu.”
Berdasarkan penjelasan umum UUD NRI 1945 kita dapat mengambil kesimpulan bahwa UUD ini memang belum sempurna, singkat dan hanya memuat pokok-pokoknya saja sehingga ada kemungkinan besar perincian dan penyebutan nomenklatur tertentu tidak secara nyata ditulis dengan istilah baku, melainkan hanya dirinci unsur-unsur pokoknya. Kata Pancasila sebagai dasar negara memang tidak disebutkan dalam Pembukaan UUD alinea ke-4, namun rincian pokok-pokok dasar pemerintah negara disebutkan dan pokok-pokok dasar tersebut berjumlah 5 kalimat yang jika kita runut secara historis kelima kalimat itu disebut sila-sila.
Kita perhatikan alinea ke-4 UUD NRI 1945 yang memuat lima sila-sila sebagai dasar pemerintah negara RI, sebagai berikut:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Saya tetap berprinsip bahwa meskipun tidak disebut dengan kata Pancasila, 5 sila-sila yang ada dalam Pembukaan UUD 1945 tetap dapat disebut Pancasila jika kita cermati sejarah perumusannya. Jelas Ir Soekarno telah mengusulkan nama dasar negara itu, hingga proses berlangsung pada tanggal 22 Juni 1945 dengan lahirnya Piagam Jakarta dan berakhir perumusannya pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan penghapusan 7 kata sila pertama Pancasila pada Piagam Jakarta. Itu adalah fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri.
Pada zaman Orde Baru, penyebutan Pancasila dan cara membacanya kita temukan pada Inpres No. 12 Tahun 1968 tentang Keseragaman mengenai Tata Urutan dan Rumusan Sila-sila dalam Penulisan/Pembacaan/ Ucapan Pancasila. Inpres tersebut dikeluarkan untuk mengatasi kebimbangan dalam masyarakat perihal versi Pancasila yang diakui dan benar. Oleh karena itu, Inpres tersebut merujuk pada Pancasila yang kelima silanya tercantum dalam paragraf keempat Pembukaan UUD 1945.
Berlanjut ke Orde Reformasi kita juga bisa menemukan Pancasila sebagai Dasar Negara pada Tap MPR No. XVIII Tahun 1998 meskipun Tap tsb dinyatakan tidak berlaku dengan Tap MPR No. I Tahun 2003.
Selanjutnya, penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara yang berisi 5 sila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 kita temukan dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3). Hal itu dapat dilihat pada Pasal 2 dan penjelasannya.
Pasal 2 berbunyi:
“Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara.”
Penjelasan Pasal 2 berbunyi:
“Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.”
Melalui Pasal 2 dan Penjelasannya tersebut di atas, maka terang bahwa Pancasila itu berkedudukan sebagai Dasar Negara dan sila-sila yang dimaksud adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945 alinea keempat.
Dengan demikian, sebenarnya dari aspek hukum adalah sah ketika KUHP baru (2023) menyebut nomenklatur Pancasila sebagai dasar negara. Sudah tepat karena merujuk pada UU No. 12 tahun 2011 tersebut. Memang secara khusus saya kritisi Pasal 188, 189 dan 190 KUHP 2023 karena rawan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam penerapannya mengingat pasal-pasal ini terlalu “ngaret”. Pasal karet ini bisa dimanfaatkan oleh rezim yang berkuasa untuk memberangus kebebasan menyatakan pendapat dengan dalih mengancam ideologi negara, dasar negara Pancasila, sehingga berpotensi dipakai oleh rezim untuk “menghabisi” lawan-lawan politiknya.
Setelah memahami kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara, maka sesuai juga dengan alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945, maka pemerintah negara–bukan warga negara– wajib mewujudkan sila-sila tersebut dalam melakukan pengurusan negara untuk mencapai tujuan nasional. Jika tidak, maka akan terbukti bahwa Pancasila itu 404, alias NOT FOUND.
Tabik…!
(Penulis adalah dosen MK Pancasila di Undip selama 24 tahun)
Semarang, Sabtu: 3 Juni 2023