
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
3 hari yang lalu, penulis mendapatkan kabar meninggalnya Ustadz Ismail Al Wahwah, salah satu pejuang Khilafah yang hingga akhir hayatnya konsisten menapaki jalan perjuangan. Salah satu pernyataan almarhum yang paling terkenal adalah pernyataan retoris beliau untuk menjawab pertanyaan apologis.

“Bukan umat yang tidak siap dengan Khilafah, tapi kalian-lah yang tidak menyiapkan umat untuk menerima Khilafah”
Begitu kira-kira substansi pernyataan beliau. Pernyataan yang sangat menohok, bagi siapapun yang hingga saat ini masih terus mempersoalkan kondisi umat. Pernyataan yang menuntaskan sekaligus membungkam siapapun yang berapologi (mencari-cari alasan) untuk tidak bersegera, bersemangat, dan dengan penuh keberanian menyampaikan dakwah Khilafah.
Kondisi saat ini, sangat relevan dengan apa yang disampaikan almarhum. Ya, problem umat belum siap Khilafah, tapi pengemban dakwah tidak kunjung bersegera berdakwah menyampaikan Khilafah. Malah ada sebagiannya, terlalu banyak berputar-putar pada narasi Islam Kaffah.
Ada ketakutan untuk menyampaikan Khilafah. Padahal, umat butuh diedukasi dengan Khilafah. Ada kekhawatiran menyampaikan Khilafah, padahal umat sudah menunggu-nunggu datangnya Khilafah.
Lalu, bagaimana umat akan siap dengan Khilafah? bukankah masalahnya bukan pada umat, tapi pada pengemban dakwah yang tidak segera menyampaikan Khilafah secara masif dan terbuka kepada umat.
Ada yang bernarasi hidup hanya sekali, dakwah mati, tidak dakwah juga mati. Tapi terlihat ketakutan untuk menyampaikan Khilafah, membuang identitas diri sebagai pejuang Khilafah. Lalu, kapan umat akan paham dan siap untuk menyongsong Khilafah?
Bernarasi tentang keselamatan dakwah, tapi bisa juga terjebak hanya mencari aman untuk diri, kemaslahatan usaha, bisnis dan keluarga, kemudian menisbatkan semua itu untuk, demi dan atas nama dakwah. Kalau model berdakwah seperti ini, kapan umat akan siap dengan Khilafah?
Sementara rezim justru gembira, pengemban dakwah tidak menyampaikan Khilafah. Itu artinya, rezim tak perlu mengalienasi Khilafah, sebab Khilafah telah dialiensi sendiri oleh pengembannya.

Padahal, ajal tidak ada yang tahu. Kapan saja diantara kita, setiap saat bisa dipanggil Allah SWT seperti almarhum Ustadz Ismail al Wahwah. Lalu, betapa menyesalnya kita, saat hidup tidak maksimal dalam dakwah, terlalu banyak peritungan untuk dakwah, menjadi peragu dan pengecut untuk menyampaikan Khilafah sehingga berdampak pada tidak siapnya umat untuk menyongsong datangnya Khilafah.
Wahai pengemban dakwah yang dirahmati Allah SWT,
Saat ini umat bingung, gelisah, dan terjebak narasi copras capres. Mereka butuh dipahamkan, bahwa ada jalan lain untuk menyelamatkan negeri ini melalui dakwah syariah & Khilafah.
Mereka menunggu rincian konsep Khilafah, mereka mencari tahu siapa saja pengembannya, mereka menguji kelayakan pejuang Khilafah untuk diberi dukungan dan pembelaan. Jika pejuang Khilafah tidak hadir dan membersamai mereka, bagaimana mungkin umat mau menerima dan siap menyongsong Khilafah?
Sebagai penutup, penulis ingin menuliskan sedikit bait sya’ir:
“Duhai diri yang diliputi kegelisahan,”
“Saat Duha masih ada, engkau melewatkannya tanpa ruku’. Saat Ashar tiba, engkau berfikir semestinya pagi bersujud untuk waktu dhuha.”
“Pada saat engkau berazam akan bangun tahajud, ternyata ajal datang sebelum adzan magrib berkumandang”
[].