
Ilustrasi silsilah para Presiden RI
Oleh: Kanjeng Senopati / KRMH. Tommy Wibowo Hamidjoyo. SE
KERAJAAN Majapahit, Kesultanan Demak, Pajang, Mataram Islam, hingga Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, Kadipaten Pakualaman dan Kesepuhan Cirebon semua masih satu garis trah keturunan dari Trah Prabu Brawijaya V Majapahit yang terakhir.
Didalam konsep Raja-Raja Jawa Mataram memiliki konsep bahwa pemimpin adalah “Sabdo Pandito Ratu”. Artinya Yang dikatakan Pemimpin adalah yang ucapannya komitmen dan konsisten tidak boleh lemah dan tidak boleh berubah-ubah.
Bukanlah ciri-ciri seorang keturunan orang besar (turunan raja atau ulama) bila sabdanya atau ucapannya tidak mencerminkan raja tidak konsisten. Hari ini bicara tempe besok petai (mencla-mencle), maka ini bukanlah figur seorang pandito ratu atau pemimpin.
Karena masyarakat Jawa berpedoman pada sebuah filosofi “Sabda brahmana raja tan kena wola-wali pindha we kresna tumetes ing dalancang seta” yang artinya adalah, “Pernyataan seorang pemimpin atau Ulama dan Raja hendaknya tidak mencla-mencle ibarat tinta hitam yang menetes di atas kertas putih”.
Sebenarnya dari Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati sampai SBY bila ditelusuri dari biografi dan silsilah bisa dikatakan semua masih saudara karena merupakan keturunan dari raja-raja Jawa trah Mataram.
Soekarno dan Soeharto ibarat air dan api. Tapi siapa sangka, keduanya punya leluhur yang sama, yaitu dua-duanya berasal dari trah Mataram yaitu Sultan Hamengkubuwana II.
Presiden Soekarno
Beliau adalah Sang proklamator sekaligus Presiden RI pertama. Percaya atau tidak Soekarno disebut-sebut masih keturunan salah satu putro dalem Pakubuwono Kasunanan Surakarta?
Baik saya open sedikit disini. Sebenarnya Bung Karno adalah salah satu Putra Dalem Paku Buwono X. Artinya Bung Karno adalah termasuk anak Raja dari Kasunanan Surakarta.
Berarti beliau masih saudara satu bapak dengan kakek saya yang lain ibu kebetulan kakek saya adalah putra dalem Paku Buwono X. Karena Bung Karno adalah salah satu dari sekian putra raja PB X yang didapat dari salah satu para selirnya PB X. Salah satu Selir yang tidak dinikahi secara resmi.
Bung Karno adalah anak hasil dari hubungan antara Sinuwun PB X dengan selir atau wanita luar yaitu wanita gadis Bali. Dimana waktu itu Sinuwun PB X sebagai seorang raja biasa mengadakan kunjungan-kunjungan kerja kerajaan ke berbagai wilayah.
Saat itu PB X sedang kunjungan ke daerah Bali. Lalu di Bali Sinuwun PB X bertemu dan berkenalan dekat dengan seorang gadis cantik Bali bernama Ida Ayu Rai hasil dari hubungan itu kemudian Ida Ayu hamil. Kemudian Sinuwun PB X kembali ke Surakarta dan berjanji akan tetap mengurusi dan menghidupi Ida Ayu sampai melahirkan.
Karena Ida Ayu tetap di Bali tidak mau diajak ke keraton Surakarta maka Sinuwun PB X mengutus dan memberikan tugas seorang Abdi Dalemnya ke Bali bernama Pak Sukemi untuk mengawasi, mengawal dan mengurusi kebutuhan hidupnya Ida Ayu hingga melahirkan. Setelah Ida Ayu melahirkan di Surabaya seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama oleh pak Sukemi Koesno Sosrodihardjo lahir di Surabaya 6 Juni 1901 atau Soekarno.
Kenapa Koeno? Karena Koesno adalah nama kecil dari Sinuwun PB X yang bernama Malikul Kusno. Ternyata setelah itu Sinuwun PB X memerintahkan agar pak Sukemi abdi dalemnya untuk menikahi Ida Ayu. Akhirnya masa kecil Soekarno hidup diluar keraton bersama orang tuanya (Ibu Ida Ayu dan Bapak Sukemi) di Bali hingga dewasa.
Dari jalur ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai, Sukarno mendapatkan trah bangsawan Bali. Gde Pasek Suardika dan Izarman dalam buku Bung Karno, Saya Berdarah Bali (1998) menyebutkan. Kemudian Soekarno mewarisi sebilah keris dari kakeknya (ayahanda Ida Ayu Nyoman Rai). Keris itu diwariskan turun-temurun di keluarga Bale Agung yang masih keturunan Raja Buleleng, termasuk pernah digunakan kakek Sukarno saat menghadapi penjajah Belanda.
Walaupun Bung Karno tidak melegitimasi dan mengakui dirinya sebagai keturunan bangsawan Mataram atau putra raja. Tapi Soekarno nama gelarnya ikut-ikutan seperti gelar bapaknya Sinuwun PB X. Gelar Paku Buwono X adalah gelar yang terpanjang sepanjang sejarah raja Mataram.
Gelar PB X adalah “Ingkang Sinuwun Sampeyan Ingkang Dalem Ingkang Wicaksono Senopati Khalifatullah Ingngalogo Abdurrahman Sayidin Panotogomo Pakubuwono Ingkang Kaping Sedoso Pakubuwono ke X”.
Gelar Raja Paku Buwono X kemudian ditiru oleh Bung Karno yaitu beliau menamakan dirinya dengan gelar sebagai, “Pemimpin Besar Revolusi, Paduka Yang Mulia, Penyambung Lidah Rakyat, Panglima Tertinggi Angkatan Perang, Presiden Seumur Hidup, Ir. H. Soekarno.”
Ada wasiat Sinuwun PB X yang pesan itu disampaikan kepada orang yang dipercaya dari putra kesayangannya yaitu GPH. Soerio Hamidjoyo (kakek saya). Bunyi pesan Paku Buwono X tersebut adalah “Aku mendapatkan dawuh dari Allah dan leluhur kelak ada anak keturunanku yang bakal menjadi raja atau pemimpin negeri nusantara ini.”
Presiden Soeharto
Pak Harto adalah keturunan dari Sultan HB II, sama seperti Soekarno. Namun keberadaan dan legitimasi itu tidak diakui oleh Soeharto sendiri, beliau murka dengan pemberitaan di media pada waktu itu di majalah POP pada tahun 1974 tersebut lantas memberangus majalah tersebut.
Masa kecil Pak Harto yang berasal dari Desa Kemusuk, sebelah barat Kota Yogyakarta bersama orang tuanya Probosutejo. Sebenarnya Soeharto adalah termasuk salah satu anak dari bangsawan Kesultanan Jogja yaitu anak dari seorang Gusti Pangeran Sultan Jogja siapa namanya, dengan seorang wanita dari luar.
Kemudian Pangeran Jogja itu memiliki sahabat seorang pengusaha China yang bernama Liem Siu Liong. Meminta agar nanti setelah melahirkan menikahi wanita tersebut (ibunda Soeharto) yang umurnya jauh lebih tua daripada seorang cina ini yang bernama Liem Siu Liong.
Kemudian pengusaha Cina tersebut yang masih muda belia menikahi wanita tersebut. Setelah itu Soeharto kecil di minta anak atau diangkat anak di sebuah desa Kemusuk di Jogja oleh bapaknya Probosutejo yang waktu itu bapaknya adalah seorang petani besar dan terkenal di desa Kemusuk.
Sehingga yang terkenal Soeharto adalah anaknya seorang petani. Tapi darah biru yang terpancar di wajahnya tidak bisa disembunyikan bahwa dirinya adalah seorang keturunan dari trah kebangsawanan kesultanan Jogja.
Presiden Habibie
Habibie memang bukan lahir di Jawa, melainkan di Parepare, Sulawesi Selatan. Namun, ibundanya Habibie adalah bernama RA. Toeti Marini Poespowardojo, beliau adalah perempuan Jawa kelahiran Yogyakarta.
Menurut Nurinwa Ki S. Hendrowinoto dalam Buku “Ibu Indonesia dalam Kenangan” (2004), ibunda Habibie berasal dari keluarga priyayi atau ningrat Jawa karena itu ibunda beliau bergelar RA atau Raden Ayu. Toeti adalah cucu dari Raden Ngabehi Tjitrowardojo dari trah Mataram, seorang dokter sekaligus bangsawan lokal terkemuka dari Purworejo, Jawa Tengah, tidak seberapa jauh dari Yogyakarta dan pernah menjadi wilayah kekuasaan Mataram.
Presiden Gusdur
p>Gusdur adalah keturunan dari Sunan Giri dan keluarga Basyaiban, Joko Tingkir yang dimaksud Gus Dur tidak lain adalah Sultan Hadiwijaya, pendiri Kerajaan Pajang yang memerintah pada 1549-1582. memiliki pertalian dengan Sultan Pajang, Hadiwijaya atau dikenal sebagai Jaka Tingkir.
Ayah Joko Tingkir, Ki Ageng Pengging, adalah murid Syekh Siti Jenar, wali yang dianggap sesat oleh Walisongo, barisan ulama pro-Kesultanan Demak. Namun, Joko Tingkir juga merupakan murid Sunan Kalijaga dan dipersaudarakan dengan Ki Juru Martani yang kelak menjadi mahapatih Kesultanan Mataram Islam.
Presiden Megawati
Jika Soekarno masih keturunan trah Mataram Sultan HB II dan Pakubuwono X maka garis darah serupa juga berlaku untuk putrinya, Megawati Soekarnoputri, yang menjadi Presiden RI ke-5.
Presiden SBY

Susilo Bambang Yudhoyono masih memiliki keturunan dan punya pertalian darah dengan Raden Wijaya, raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Majapahit. Tak hanya itu, SBY juga masih satu garis keluarga dengan Sri Sultan Sri Sultan Hamengkubuwana III.
Walaupun Soekarno dan Soeharto tidak pernah mengklaim dirinya sebagai kerurunan bangsawan trah Mataram. Tapi lucunya Bung Karno sebagai presiden RI gelarnya meniru-niru gelar seorang raja yaitu Paku Buwono X atau ayahnya sendiri.
Begitupun Soeharto walaupun beliau tidak mengakui sebagai keturunan bangsawan Mataram Jogja, tetapi beliau membangun pesarean “makam” keluarga dengan diberi nama “Astana Giri Bangun” di Karanganyar Jawa tengah, diatas gunung persis menyerupai miniatur makam para raja-raja Mataram di Imogiri.
Ternyata semua presiden RI kita semuanya masih keturunan dari darah biru leluhur mereka keturunan raja dari trah Brawijaya Majapahit. Memang ini sudah suratan takdir yang digariskan biasanya raja ya keturunan raja pula, pemimpin keturunan pemimpin pula, ulama keturunan ulama pula dan nabi keturunan nabi pula.
Nasab pasti menurunkan nasabnya yang sama pula. Tapi biasanya alam semesta akan terjadi gejolak bila seorang yang tidak ada keturunan nasab raja atau ulama atau pemimpin kemudian menjadi pemimpin maka akan terjadi ketimpangan di negeri tersebut.
Maaf saja bila ada satu presiden yang tidak termasuk didalam penulisan disini. Karena memang kenyataanya secara real esensial tidak ada memiliki jalur dan garis darah trah raja atau ulama dari leluhurnya.
Dulu pada tahun 2014 pernah di telusuri rekam jejak sejarah biografi data profil dan silsilahnya yang real (asli) tentang pribadi orang ini oleh pihak TNI AD. Ternyata kesimpulannya data profil pribadi dan biografi yang dilapangan tidak cocok dengan data profil biografi yang dipublikasikan di media tidak valid.
Jadi penulis tidak berani untuk memasukkan beliau kedalam satu “Pemimpin Yang Masih Ada Garis Trah Majapahit” ini.
Klaim gelar atau Trah bukan menunjukkan sikap feodalisme tapi untuk menunjukkan seorang itu masih peduli dan menghormati silsilah keturunan leluhurnya. Dalam rangka untuk mengetahui dan menyelusuri jalur nasabnya leluhur orang tersebut.
Kadang Gelar nasab masih diperlukan dan masih berlaku dalam dunia kekuasaan dan perpolitikan saat ini walaupun tidak berpengaruh besar.
Biasanya gelar digunakan untuk melegitimasi kekuasaan supaya pendukungnya semakin tambah mantap dan yakin bahwa pilihannya adalah bukan orang sembarangan tapi masih ada garis darah keturunan orang besar seperti keturunan Nabi, ulama atau raja.
*) penulis adalah Analis Spritualis dan Pemerhati Budaya