
Pembalakan liar semakin marak. (Foto: antara)
Potensi NU- Muhammadiyah
Memasuki Era Perdagangan Carbon 3)
Oleh: Suprio Guntoro
PERTENGAHAN dasawarsa 80-an, saat muncul isu punahnya beberapa spesies binatang dan tanaman liar, akibat maraknya pembalakan hutan secara liar, PB-NU menerbitkan buku “Fiqih Lingkungan Hidup” yang diitulis oleh 2 ulama besar NU yang dikenal memiliki kompetensi di bidang fiqih, yakni KH Sahal Mahfud dan KH Ali Yafie
Dalam Mu’tamar NU ke -29 di Cipasung – Jawa Barat, tahun 1994. NU mengeluarkan fatwa bahwa mencemari lingkungan, baik di darat, di air maupun di udara, bila sampai menimbulkan dlalar (kerusakan) hukumnya haram, dan terrmasuk perbuatan kriminal (jinayah)
Tahun 1997, marak isu "Perubahan Iklim" sebagai dampak dari "Pemanasan Global" yang mengancam kehidupan di bumi.
Dan hutan tropis Indonesia yang amat luas memiliki peran penting dalam menghambat laju perubahan iklim karena memiliki potensi menyerap carbon dalam volume yang amat besar. Merespon isu ini dalam Forum Bahtsul Matsaail, tahun 2007, NU menyatakan bahwa “Pemerintah wajib menjaga kelestarian hutan dari ancaman pembalakan”.

Merespon hasil KTT Perubahan Iklim tahun 1997 di Kyoto, berupa PROTOKOL KYOTO, maka pada tahun 2007 PB NU membentuk Lembaga Penanggulangan Bencana Perubahan Iklim.
Atas insiatif Gus Dur ( KH. Abdurrahman Wahid), mantan Ketua PB NU dan juga Mantan Presiden RI, beliau aktif berkeliling daerah untuk mensosialisasikan tentang ancaman perubahan iklim, sembari memperkenalkan keberadaan lembaga bentukan NU tersebut kepada para pihak (Pemerintah Daerah) untuk bisa bekerjasama dalam mengantisipasi dampak dari perubahan iklim.
Di beberapa daerah memang terealisasi, seperti reboisasi di bukit-bukit gundul secara besar-besaran di kabupaten Garut, pasca terjadinya tanah longsor pada musim hujan yang dilaksanakan oleh Lembaga Penanggulangan Bencana Perubahan Iklim bekerjasama dengan Pemkab Garut.
Demikian pula penghjauan di kawasan hulu di kabupaten Situvondo, untuk menanggulangi devisit air di musim kemarau yang dimotori LPBPI- NU bekerjasama dengan Pemkab Situbondo.
KIprah NU ini tampaknya banyak terekam oleh para aktivis dan lembaga- lembaga pro-lingkungan kelas dunia.
Karena itu menurut kolega saya (aktivis lingkungan) yang kerap menghadiri KTT atau seminar internasional terkait perubahan iklim, banyak pihak yang kagum dengan “sepak terjang” NU dalam merespon isu lingkungan. Banyak diantara meteka yang tertarik untuk berkerjasama, terutama dalam “perdaggangan carbon”
Semoga kiprah NU ini terus berlanjut dan bahkan semakin intens, lebih-lebih dalam memasuki era “Perdagangan carbon”
(BERSAMBUNG)