
Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Sependapat dengan rekan Peneliti Sosial dan Politik dan Hukum Rizal Fadillah, bahwa penggunaan lahan milik Pemrov Jawa Barat, harus dengan persetujuan atau didahului pembahasan di DPRD. Harus jelas hubungan hukum antara Pemprov dengan Yayasan Putra Nasional Indonesia serta peruntukannya.
Maka secara hukum Ground Breaking atau Peletakan Batu Pertama untuk sebuah Pembangunan fisik diatas tanah milik Pemprov, jika kedapatan menelikung hak legislatif DPRD. jelas menyalahi ketentuan dan regulasi yang ada.
Akibat hukumnya, DPRD berhak untuk memanggil Ridwan Kamil. Namun jika sebaliknya Ground Breaking disetujui oleh DPRD Jawa Barat. Maka DPRD pun sepatutnya diperiksa, berikut Ridwan Kamil, termasuk perusahaan kontraktor pemborongnya pun mesti diinvestigasi oleh tim audit BPK. Jawa Barat, serta oleh pihak Penyidik kepolisian tindak pidana ekonomi, bahkan KPK. Diam – diam mesti turut menyelidiki karena projek Pembuatan Patung Soekarno menelan biaya diatas Rp. 1 Milyar. Demi mengetahui apakah patung yang dibangun ada hubungannya dengan gratifikasi tersembunyi. Karena lahan Pemprop pada prinsipnya merupakan tanah milik negara, yang penguasaannya serta peruntukannya dibawah kewenangan Pemda/ Pemprov Jawa Barat.
Bukan seluruh aset tanah milik pemprov kewenangan pribadi selaku Gubernur. Jika asal saja penggunaannya, bisa habis tanah milik negara, dilahap oleh setiap gubernur yang sedang menjabat, maka tidak boleh seenak udelnya membangun tanah milik negara sesuai ego pribadi, tanpa keabsahan hukum, serta jelas manfaat untuk masyarakat serta berkepanjangan.
Untuk itu, sebaiknya Ridwan Kamil dan Kontraktor pengerjaan patung, menghentikan dulu pembuatan Patung Soekarno, karena terobosan hukum atau rule breaking terhadap penggunaan hak tanah merupakan sebuah diskresi atau kebijakan, dan faktor sebuah kebijakan penguasa ( Gubernur ) jika masyarakat menemukan adanya tanda – tanda penyimpangan, oleh karenanya secara hukum, masyarakat dapat menguji kegiatan atas dasar kebijakan/ diskresi kelayakannya dari beberapa sisi atau sudut pandang, maka jika kebijakan diuji oleh masyarakat melalui upaya hukum di PTUN. lalu vonisnya mengabulkan gugatan, mutatis mutandis berakibat hukum, ” pembangunan patung harus dihentikan, lalu dilanjutkan dengan pembongkaran dan posisi tanah harus dikembalikan seperti semula “, oleh sebab perintah badan peradilan, memiliki sifat memaksa.
Jika vonis memerintahkan penghentian dan atau pembongkaran patung Soekarno, tentunya akan banyak memakan korban, baik secara moril dan juga materil kepada pihak – pihak utamanya para stakeholder.