
Menteri Luar Negeri China Qin Gang. (Foto:AFP)
BEIJING— Menteri Luar Negeri China Qin Gang seolah hilang “bak ditelan bumi” setelah tiga pekan sama sekali tak terlihat di depan publik.
Absennya Qin di tengah-tengah banyaknya kegiatan diplomatik Beijing belakangan ini menimbulkan berbagai spekulasi, salah satunya terkait penahanan sang menlu.
Diberitakan CNN, pria berusia 57 tahun itu terakhir kali terlihat usai bertemu dengan para pejabat Sri Lanka, Vietnam, dan Rusia di Beijing pada 25 Juni.
Dalam penampilan terakhirnya, Qin tersenyum saat berjalan berdampingan dengan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrey Rudenko.
“Mengingat status dan pengaruh China di dunia, memang sangat aneh bahwa menteri luar negeri tidak terlihat di depan publik selama lebih dari 20 hari,” kata mantan editor surat kabar Partai Komunis, Deng Yuwen, seperti dikutip CNN, Senin (17/7).
Juru bicara Kemlu China sendiri mengatakan bahwa dirinya “tidak punya informasi untuk dibagikan” terkait keberadaan Qin. Ia lantas menegaskan bahwa kegiatan diplomatik China sedang dilakukan seperti biasa.
Qin mestinya melakukan pertemuan dengan kepala kebijakan Uni Eropa Josep Borrell awal bulan ini di Beijing. Namun, pertemuan itu batal dilakukan setelah Negeri Tirai Bambu memberi tahu Uni Eropa bahwa tanggal yang telah ditetapkan “tak lagi memungkinkan.”
Menurut laporan Reuters, Uni Eropa diberitahu tentang penundaan pertemuan tersebut hanya dua hari sebelum kedatangan Borrell yang dijadwalkan pada 5 Juli.
Bukan cuma dengan Borell, Qin juga tak hadir dalam pertemuan para menlu ASEAN di Jakarta pekan lalu dan digantikan oleh diplomat senior Wang Yi.
Juru bicara Kemlu China mengatakan dalam konferensi pers Selasa (11/7) lalu bahwa Qin tidak bisa hadir di acara ASEAN “karena alasan kesehatan.”
Kendati begitu, pernyataan jubir itu hilang dari transkrip resmi briefing Kemlu Beijing. Hilangnya transkrip ini sendiri bukan hal ganjil di China, karena Kemlu Beijing sering menghapus pernyataan yang dianggap sensitif.
Menurut Deng, sikap Beijing yang kurang transparan ini membuat desas-desus soal keberadaan Qin kian menjadi-jadi.
Di bawah pemerintahan Xi Jinping, ketidaktransparanan memang kerap terjadi karena Xi disebut-sebut tak terima dengan perbedaan pendapat.
“Ini adalah masalah bagi rezim totaliter. Rezim totaliter secara inheren tidak stabil karena semuanya diputuskan oleh pemimpin tertinggi saja,” katanya.
“Jika sesuatu yang tidak biasa terjadi pada seorang pejabat senior, orang akan bertanya-tanya apakah hubungan mereka dengan pemimpin tertinggi telah memburuk atau apakah itu merupakan tanda ketidakstabilan politik,” ucap Deng.
Di masa lalu, pejabat senior China yang hilang dari pandangan publik ternyata dilaporkan telah ditahan untuk penyelidikan.
Penghilangan mendadak semacam ini disebut-sebut sudah menjadi gaya umum dalam kampanye anti-korupsi Xi.
Menurut Deng, ketidakhadiran Qin juga bisa menandakan keretakan hubungan antara Xi dan Qin.
“Qin Gang merupakan tokoh yang diangkat langsung oleh Xi. Setiap masalah dengan dia akan berdampak buruk pada Xi juga, yang menyiratkan bahwa Xi gagal memilih orang yang tepat untuk pekerjaan tersebut,” kata Deng.
Qin sendiri menjabat sebagai Menlu China sejak Desember lalu, menggantikan Wang Yi, yang dipromosikan ke Politbiro Partai Komunis China (PKC). (Reuters/cnn/arn)