
Oleh : Suprio Guntoro
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al- Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajatan? ( QS -Al Qamar : 17
Bagi mereka yang meyakini secara total, setiap ayat Al- AlnQur’an adalah mutiara kata yg penuh makna dan petunjuk msha penting dalam berkeyakinan, berpikir, dan bertindak.
Al-Qur’an bukan semata kisah masa lalu, tetapi merupakan pelajaran yang amat berharga yang tetap relevan dalam menghadapi kehidupan masa kini dan masa depan.
Setiap ayat Al -Qur’an sdalah pelajaran yang luar biasa, yang dissmping harus diyakini, juga perlu direnungkan dan dijadikan rujukan dalam menghadapi berbagai realita kekinian.
Persoalannya adalah. maukah dan mampukah umat Islam secara sungguh-sungguh mengambil pelajaran dari Al -Qur’an? Sebagaimana pertanyaan yang dikemukakan oleh Allah dalam Surat Al- Qamari ayat 17 tersebut.
Tulisan ini ingin mengajak para pembaca untuk merrnungkan perjuangan Nabi Nuh tetkait dengan persoalan global yg kini tengah dihadapi masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia.
Dari Jambi hingga Bali
Dahulu ada kebiasaan unik, bahkan aneh dan mengerikan di kalangan Puak tettentu psda suku Kubu. Manakala mereka akan turun ke huma atau hutan untuk mencari kayu, berburu atau mencari bahan- bahan ramuan.
Suku yg mendiami pedalaman Jambi ini biasa memingsankan bayinya yang akan ditinggalkan di rumah.
. Caranya sungguh mengerikan, yakni dengan menggigitkan sejenis ular berbisa kepada si bayi. Maka si bayi itupun segara terlelap tapi masih tetap bernsfas.
Sepulang mereka dari huma atau hutan, mereka teteskan cairan perasan ramuan dari tanam-tanaman tertentu ke mulut sang bayi. Maka tidak lama kemudian, orok itupun ” hidup” kembali.
Seperti tidak masuk akal. Tetapi kenyataannya tradisi ini telah berlangsung berabad- abad.
Kini ramu-ramuan ajaib, yang dulu dianggap sebagai “dongeng dari negeri Timur” itu telah menjadi bagian dari konspirasi besar perburuan harta karun oleh negara- negara maju ke negara- negara yang sedang berkembang. di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Bersamaan itu pula AS. Eropa Barat dan Israel tengah getol membangun ” Bank Pladma Nutfah”
Sedikitnya 7.000 formula produk farmasi Barat berasal dari tumbuh- tumbuhan, yg lebih dari dua pertiganya berasal dari negara- negara tropis dan sub- tropis di Asia, Afrika dan Amerika Latin, termasuk Indonesia. Dari tanaman Spiraea yg berasal dari Arab Saudi, pihak Buyer- industri farmasi di Barat telah berhasil memproduksi aspirin sintetis.
Dari tanaman Ging hao yg berasal dari China, pihak Rhine Poulene telah berhasil memproduksi Poluther, obat anti malaria.
Para ilmuwan Barat saat ini telah berhasil memodifikasi ludah kalong Mexico untuk pembeku darah dan merekayasa sejenis cendawan tanah di Panama untuk obat-obatan penting.
Di hutan Brazil, para ilmuwan Barat telah mengoleksi dan mematenkan Ayuasca untuk jamu penggenjot syahwat.
Sementara Indonesia sebagai pemilik keragaman hayati atau plasma nutfah terbesar, setara Brazillia, nasib plasma nutpfahnya semakin kelam. Setiap tahun puluhan bahkan ratusan spesies flora dan fauna punah atau hilang, termasuk bahan ramu- ramuan yang dimiliki suku pedalaman di Jambi.
Sejak era Orde Baru ( th 1970-an) pemerintah memberikan Hak Penguasaan Hutan ( HPH) pada pihak swasta. Akibatnya, banyak kawasan hutan yang berubah fungsi menjadi perkebunan sawit, pabrik pengolahan dan pemukiman karyawan tanpa terkendali.
Selama 30 tahun terakhir, hutan tempat tinggal Orang Rimba atau Suku Anak Dalam di kawasan Bukit Duabelas – propinsi Jambi yang luasnya semula 230.000 hektar, menyusut, tinggal 64.000 hektar.
Bersamaan dengan beralihnya fungsi lahan, lenyap pulalah puluhan , bahkan rstusan spesies tanaman dan binatang yg di antaranya memiliki potensi dalam industri farmasi.
Sebaliknya, bank- bank plasma nutfah di negara-negara Barat telah berhasil mengoleksi dan mengidentifikasi berbagai plasma nutfah dari negara- negara tropis , termasuik dari Indpnesia
( BERSAMBUNG)
*) Penulis adalah mantan peneliti, aktivls lingkungsn. Ketua Yayasan Bali Telkno Hayati
.