
Syahganda Nainggolan
Oleh: Damai Hari Lubis
DALAM dunia politik tidak dikenal kata netral, karena makna netral dapat dianalogikan sebagai bentuk antipati.
Bereda kabar Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia/KAMI ambil sikap politik Netral terkait pilihan bakal calon Presiden saat Pemilu Pilpres 2024, ”sehingga rekan aktivis pro nalar sehat,” nyatakan diri keluar dari KAMI.
Bagaimana bisa netral dalam suasana memilih calon pemimpin sebuah bangsa dan negara? Walau para calon pemimpin atau calon presiden yang ada, memiliki plus minus, atau sekalipun tidak ada yang ideal. Dalam dunia politik tidak dikenal kata netral, karena makna netral dapat dianalogikan sebagai bentuk antipati.
Jika dibuat ilustrasi atau hal yang dapat digambarkan adanya temuan di antara publik, sesuai data empiris, ada dua orang atau tiga orang calon Capres 2024-2029 yang akan dimajukan oleh masing – masing kelompok persekutuan partai, demi untuk memimpin negara atau kepala pemerintahan, dan nyata calon -calon dimaksud, justru ada 2 (dua) orang individu yang berjanji dan atau diminta melanjutkan gaya kepemimpinan yang tidak berkualitas, karena begitu banyaknya hasil dari praktik yang berasal dari sistem tata kelola dan atau kepemimpinan manajerial di era pemerintahan Jokowi menggunakan pola yang tidak jelas, dan tidak mampu, berdampak kandasnya wibawa Jokowi sebagai seorang Presiden RI.
Banyak debu dan puluhan janji bohong atau janji yang tidak ditepati, didapat beberapa pejabat penyelenggara negara yang tinggi paparan korupsi, utang negara yang dipercayakan, selebihnya beberapa diskresi atau kebijakan politik yang diterbitkan tumpang tindih atau sungsang antara satu dengan yang lainnya.
Pola kebijakan ekonomi, hukum politik, adab & moralitas didalam kepemimpinannya nampak bergaya suka-suka (anomali), serta telanjang kasat-mata, banyaknya aparat yang memperalat kursi kekuasaan atau jabatan yang dimiliki, sebagai alat politik, hukum dan kehormatan diri sendiri.
Selain itu, ada sosok pilihan yaitu Anies Baswedan, eks Gubernur DKI. Jakarta, seorang yang cakap, kredibel (profesional & proporsional) serta akuntabel, adalah sosok yang ideal untuk dijadikan seorang pemimpin. kepribadian Anies Baswedan yang memiliki leadership (jiwa kepemimpinan) juga disertai track record yang nyata dalam bentuk sejumlah prestasi sebagai bukti banyaknya karya yang dihasilkan saat menjadi Gubernur DKI. Jakarta, prestasinya selain diakui ditingkat nasional juga skala internasional.
Fenomena dinamika politik yang ada, serta mengingat pentingnya proses suksesi kepemimpinan nasional 2024-2029, melalui ajang pesta demokrasi Pemilu Pilpres-24. Jika ada kelompok yang tidak mau berpartisipasi, tidak mau berpihak kepada siapapun, termasuk enggan mendukung dan memilih sosok calon Presiden RI dii Pemilu Pilpres 2024, atau netral seperti garis politik yang dinyatakan kelompok KAMI, “pantas, bagi mereka jika dianalogikan dengan julukan sebagai banci” . Dia seorang perumpamaan status yang bukan laki-laki juga bukan perempuan, karena tidak mau ikut menentukan nasib bangsa kedepan, dengan sikap tidak mengharapkan memilih calon pemimpin bangsa, melainkan tidak perduli apapun yang akan terjadi.
Tidak bisa dibayangkan, seandainya penguasa baru nanti, yang duduk di kursi RI. 1. adalah penerus dan pelanjut seorang pemimpin yang nota bener-bener gagal. Artinya dirinya berkomitmen melanjutkan “kegagalan”. Itu akan menambah utang menjadi beban negara. Inti sebenarnya merupakan beban utang dari seluruh anak bangsa secara Lintas SARA.
Alasan mundurnya Syahganda Nainggolan dari KAMI adalah presisi tepat. KAMI yang telah menyatakan akan mengambil langkah netral dalam popres 2024, maka “patut dianalogikan sebagai langkah tak perduli atau antipati terhadap kepemimpinan bangsa yang tentunya berhubungan erat dengan masa depan bangsa negara”.
Sisi positifnya, sebagai pelajaran bagi publik, dengan mundurnya Syahganda dari KAMI, Ia telah menunjukan ketidakstabilan dalam berpolitik. Ini sekaligus pelajaran politik kepada publik, bahwa siapapun individu, atau kelompok, apapun jabatannya, jika bersikap netral dalam menentukan Calon Bakal Presiden RI. 2024, “harus segera ditinggalkan, karena kawan yang netral bukan sahabat yang bisa diandalkan dan tidak bisa dibanggakan, melainkan sulit dipercaya. Memilih prinsip tidak mau peduli kepada nasib bangsa dan negaranya sendiri, serta tidak mau berpartisipasi. Pantas jika bernyanyi, yang “berdiri diam diantara hak dan batil” adalah KEBATHILAN.