
Jakarta – Saat melakukan perjalanan malam Isra Mi’raj dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW tidak bepergian sendirian. Siapa sosok pendamping Rasulullah SAW saat Isra Mi’raj?
Menurut keterangan-keterangan hadits, malaikat yang mendampingi Rasulullah SAW saat Isra Mi’raj adalah malaikat Jibril, sebagaimana dikutip dari Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum karangan Furqon Syarief Hidayatullah.
“Menurut sunnah nabi, perjalanan malam itu (Isra Miraj) berlangsung sangat cepat, ditemani Malaikat Jibril dengan kendaraan buraq (barqun) artinya kilat,” tulis keterangan buku terbitan IPB Press tersebut.
Bersama Malaikat Jibril, Rasulullah SAW melakukan perjalanan ke langit dengan menunggangi buraq. Buraq tersebut berdasarkan keterangan hadits adalah sejenis hewan berwarna putih yang memiliki sayap di kedua pahanya. Ukuran tubuhnya lebih besar daripada keledai dan lebih kecil dari bighal atau kuda.
Perjalanan Rasulullah SAW menghadap Allah SWT tersebut harus melalui langit yang terdiri dari tujuh lapis. Di tiap lapisan langit inilah, Malaikat Jibril memperkenalkan Rasulullah SAW pada para nabi yang ada di sana.
Di langit pertama, beliau bertemu dengan Nabi Adam AS. Kemudian, di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa AS dan pada langit keenam dikenalkan dengan Nabi Musa AS. Hingga terakhir di langit ketujuh, Rasulullah SAW dan Malaikat Jibril bertemu dengan Nabi Ibrahim AS.
Teman Rasulullah SAW Lewati 7 Lapisan Langit
Kisah perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang didampingi oleh Malaikat Jibril terbukti dalam hadits yang dikisahkan oleh Hamad ibn Salamah dari Tsabit. Anas RA kemudian menarasikan hadits berikut yang dinukil dari buku Isra Miraj karya Ibnu Hajar Al Asqalani dan Jalaluddin As Suyuti.

“Dibawakan kepadaku Buraq, sejenis hewan berwarna putih, tubuhnya lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada bagal, yang langkah kakinya sejauh matanya memandang. Aku pun mengendarainya sampai tiba di Baitul Maqdis. Buraq ini kutambatkan dengan tali yang digunakan oleh para nabi (untuk menambatkan hewan tunggakan mereka).
Kemudian, aku masuk Masjidil Aqsa dan kudirikan salat dua rakaat di sana. Setelah aku keluar, Malaikat Jibril AS membawakan ke hadapanku segelas arak dan segelas susu. Aku lantas memilih susu, Jibril pun berkata, ‘Engkau telah memilih fitrah.’
Selanjutnya, kami dinaikkan ke langit terdekat (pertama). Jibril lalu meminta agar pintunya dibukakan. Dia pun ditanya oleh penjaga pintunya, ‘Siapa kamu?’
Jibril menjawab, ‘Aku Jibril.’
Jibril ditanya lagi, ‘Siapa yang bersamamu?’
Dia menjawab, “Muhammad.’
Penjaga pintu langit itu kembali bertanya, ‘Apakah dia diutus (untuk naik menghadap Allah)?’
Jibril menjawab ‘Dia memang diutus (untuk naik menghadap Allah).’
Maka, pintunya dibukakan untuk kami dan aku bertemu dengan Nabi Adam AS. Dia pun menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.”
Hal serupa juga terjadi di tiap-tiap lapisan langit setelahnya. Dalam artian, Malaikat Jibril bertugas untuk membantu Nabi Muhammad SAW dalam membukakan pintu tiap lapisan langit saat perjalanan Isra Mi’raj menghadap Allah SWT.
Perjalanan Isra Miraj tersebut sebetulnya menjelaskan dua kategori perjalanan yang dilakukan Rasulullah SAW. Kata Isra menjelaskan perjalanan yang menembus ruang sehingga Rasulullah bisa menempuh jarak Masjidil Haram di Makkah dan Masjidil Aqsa di Palestina dalam waktu singkat.
Di sisi lain, perjalanan Miraj adalah perjalanan dari Masjidil Aqsa menuju Sidratul Muntaha, tempat diterimanya perintah salat. Perjalanan inilah saat Rasulullah SAW didampingi oleh Malaikat Jibril untuk menghadap Allah SWT.
Setelah menghadap Allah SWT dan menerima perintah salat 50 waktu, Rasulullah SAW kemudian turun kembali dan sampai ke langit keenam bertemu dengan Nabi Musa AS. Pada momen inilah Nabi Musa menyarankan keringanan jumlah salat kepada beliau.
Hingga sampai saat ini, pensyariatan salat yang berlaku bagi umat muslim adalah salat 5 waktu dalam sehari. Kisah Isra Mi’raj ini termaktub dalam hadits yang berbunyi sebagai berikut,
هِيَ خَمْسٌ، وَهِيَ خَمْسُونَ، لاَ يُبَدَّلُ القَوْلُ لَدَيَّ”. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: رَاجِعْ رَبَّكَ. فَقُلْتُ: اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّي
Artinya: “Lima waktu itu setara dengan lima puluh waktu. Tak akan lagi berubah keputusanKu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku kembali bertemu dengan Musa. Ia menyarankan, ‘Kembalilah menemui Rabbmu’. Kujawab, ‘Aku malu pada Rabbku’.” (HR Bukhari)